Idenya diambil dari spaghetti western milik
Sergio Corbucci, termasuk nama tokoh utamanya, Django yang legendaris
itu, tetapi jika kamu berbicara soal seorang sutradara senyentrik
seperti Quentin Tarantino, pastinya kamu tahu bahwa ia tidak pernah
meminjam sesuatu dengan begitu saja.
Seperti kebiasaannya, Tarantino selalu membuat versinya sendiri dengan
lebih banyak kegilaan, humor satir, dialog-dialog panjang, balas dendam
dan tentu saja tumpahan darah, lihat saja ketika ia meminjam kung-fu dan
pernak-pernik Shaw Brothers untuk dijadikan ajang balas dendam The
Bride yang marah di dwilogi Kill Bill, atau yang terakhir, ketika ia
menulis kembali sejarah perang dunia ke II versinya sendiri dalam
Inglorious Basterds yang luar biasa itu.
Jadi ketika ia kemudian mencoba membuat sebuah film bertema koboi tentu
saja ini akan menjadi sajian berbeda dari kebanyakan western movie
membosankan yang pernah kamu lihat sebelumnya.
Premisnya sebenarnya sederhana, seorang suami yang mencari istrinya yang
hilang, tetapi coba tambahkan ini; Lokasinya di barat tua yang panas
dan gersang, ada budak kulit hitam beruntung, Django (Jamie Foxx) yang
merdeka dan menjadi pemburu hadiah bersama sahabat barunya, seorang
dokter gigi Jerman, Dr. Schultz yang dimainkan (lagi-lagi) dengan
gemilang oleh Chistoph Waltz bersama opening scene 10 menitnya yang
mungkin hanya bisa dikalahkan oleh penampilannya sendiri sebagai Jew
Hunter ketika ia mengintrogasi pemilik peternakan malang di Inglorious
Basterds empat tahun lalu.
Set waktunya sendiri berada di 1858, dua tahun sebelum perang saudara
berlangsung, era di mana setiap orang akan terheran-heran ketika melihat
pria kulit hitam berani menunggang kuda.
Lalu ada Leonardo Di Caprio sebagai pemilik perkebunan, Calvin Candie
yang kejam sebagai tujuan duo bounty hunter itu berikutnya karena
dipercaya Candie adalah orang yang memiliki Broomhilda (Kerry
Washington), istri Django yang hilang itu.
Sama-sama menggunakan sejarah sebagai latar belakang berceritanya,
tetapi tidak seperti Inglorius Basterds yang kental dengan elemen
historisnya, Django Unchained tampak murni hanya sebagai setting untuk
meletakan narasi sederhananya.
Ini kisah tentang from hero to zero, menggabungkan eastern, western atau
mungkin southern dengan elemen koboi, pemburu hadiah, perbudakan,
rasisme dan balas dendam yang kental dalam semangat spaghetti western
modifikasi yang di presentasikan dengan keren seperti kebanyakan film
Tarantino bersama segala editing jenius ( meskipun kali ini tanpa campur
tangan Sally Menke, langganan Tarantino yang meninggal 2010 lalu)
kejutan-kejutan menarik dan pemilihan soundtrack, scoring enerjik yang
meskipun terdengar salah tempat namun malah menjadikan setiap momennya
,dan tentu saja yang sudah kamu tunggu, elemen kekerasan tingkat
tingginya yang banyak melibatkan banyak darah bermuncratan, tubuh
berlubang dan kepala-kepala yang hancur berantakan, seperti misalnya,
adegan terbaik yang berlangsung di kediaman adik perempuan Candie itu
sudah sedikit banyak mengingatkan kita ketika Uma Thurman ketika ia
membantai para ”Crazy 88″ di Kill Bill. Vol 1, hanya saja kali ini
samurai dan elemen kung-fu nya digantikan dengan banyak hujanan peluru
dari senapan dan revolver dengan gaya khas western yang kental.
Jamie Foxx boleh saja beruntung mendapat tempat utama sebagai Django
yang mendominasi semua bagian, namun kredit terbesar berada di para
pemeran pembantunya. Ada Cristoph Waltz yang kembali tampil memesona
menghidupkan semua bagian dengan kekuatan aktingnya, lalu ada Leonardo
Di Caprio yang tampil menghibur sebagai majikan perkebunan yang kejam,
pemuja Mandingo yang brutal, bahkan penampilan sebentar Samuel L.
Jackson pun tak kalah apiknya, plus jangan lewatkan cameo Tarantino
dalam sebuah adegan yang kocak.
Mungkin bukan karya terbaik Tarantino yang pernah kamu saksikan, tetapi
jika kamu adalah fansnya, sulit untuk tidak jatuh cinta dengan Django
Unchained yang konon merupakan bagian kedua dari sebuah trilogi setelah
sebelumnya Inglorious Basterds sudah memulainya terlebih dahulu.
Apalagi untuk ukuran sebuah western movie yang biasa dijadikan tontonan
nomor dua, Tarantino sudah melakukan sebuah usaha fantastis untuk
menaikan pamor genre klasik ini dengan caranya sendiri tanpa harus
menghilangkan semangat baratnya yang keras dan panas, terlebih kamu akan
kembali bertemu dengan seorang Christoph Waltz yang lagi-lagi tampil
bagus.
Sumber