Kathryn Bigelow memang bukan orang baru
dalam dunia perfilman. Sejak film pertamanya The Loveless yang dirilis
tahun 1982 hingga sekarang total sembilan film yang sudah ia buat. Tidak
terlalu banyak namun tiap filmnya punya kualitas yang bisa dibilang
tidak mengecewakan.
Tapi baru sekitar 3-4 tahun belakangan ini namanya mulai benar-benar dipandang setelah filmnya,
The Hurt Locker sanggup mengalahkan Avatar milik James Cameron yang tidak lain adalah mantan suaminya.
Kali ini Bigelow kembali menyajikan sebuah drama dibalik peperangan pada
kita. Zero Dark Thirty memang bukan sepenuhnya film tentang medan
perang. Judulnya sendiri adalah sebuah istilah militer untuk menyebut
"30 menit setelah tengah malam".
Berkisah tentang perburuan terhadap orang paling dicari sedunia, Osama
bin Laden, ini adalah kisah tentang perang melawan terorisme dan sosok
yang dianggap paling bertanggung jawab atas berbagai macam aksi teror
termasuk tragedi 9/11.
Zero Dak Thirty memang menimbulkan banyak kontroversi, mulai dari adegan
penyiksaan, sempat dituduh membocorkan rahasia tingkat tinggi militer,
hingga tidak dinominasikannya Bigelow sebagai Best Directori dalam ajang
Oscar tahun ini.
Maya (Jessica Chastain) adalah anggota CIA yang sudah bertahun-tahun
berusaha mencari keberadaan Osama bin Laden. Dia sudah mengabdikan
waktunya untuk hal tersebut selama lebih dari 10 tahun. Dengan durasi
157 menit, dua jam pertama dalam Zero Dark Thirty akan membawa kita
melihat bagaimana usaha Maya untuk melacak keberadan Osama.
Tentu saja hal itu tidak mudah dan dia harus melalui berbagai macam
rintangan yang bahkan sempat mengancam nyawanya sendiri. Sedangkan 30
menit terakhir adalah sebuah penyergapan ke sebuah rumah yang ditengarai
adalah kediaman Osama bin Laden.
Tentu saja kita semua sudah tahu mengenai fakta bahwa penyergapan
tersebut akan berakhir dengan terbunuhnya Osama disamping banyaknya
kontroversi tentang benar atau tidaknya hal tersebut.
Tentu saja proses penyelidikan yang disajikan selama kurang lebih dua
jam tersebut tidaklah mudah, bahkan jauh lebih rumit dan kompleks dari
apa yang dibayangkan sebelum menonton film ini. Sudah dibuka dengan
adegan penyiksaan yang cukup keras sedari awal, Zero Dark Thirty
nampaknya akan menjadi sebuah perjalanan yang juga keras dan penuh
rintangan bagi Maya.
Dua jam yang mengeksplorasi segala penyelidikan tersebut adalah bukti
begitu hebat dan cerdasnya naskah yang ditulis oleh Mark Boal ini.
Alurnya memang tidak berjalan cepat, tapi secara perlahan mencengkeram
penontonnya untuk terus terpaku pada layar mengikuti perburuan orang
paling dicari di seluruh dunia tersebut.
Zero Dark Thirty adalah kombinasi sempurna dari dialog-dialog cerdas,
berbobot, namun menarik untuk diikuti dan tidak terasa sok pintar. Kita
tidak langsung dibawa pada sosok Osama, tapi secara terstruktur dibawa
untuk mengiktui penyelidikan dari jaringan Al Qaeda paling bawah, hingga
akhirnya sampai pada sosok yang dianggap sangat dekat dengan Osama.
Memang begitulah pelacakan jaringan teroris dilakukan, namun baru pada
film ini kita akan benar-benar diperlihatkan secara nyata bagaimana itu
dilakukan dan bagaimana rumitnya pelacakan tersebut.
Dua jam yang begitu intens Tapi tidak hanya itu, karena 30 menit
terakhir yang menampilkan penyergapan terhadap Osama juga masih terasa
menegangkan meski kita sudah tahu hasil akhirnya akan seperti apa.
Sebuah baku tembak yang tidak bombastis tapi begitu efektif menghadirkan
kekerasan dan ketegangan.
Selain cerita yang tersusun rapih, dialog cerdas dan ketegangan yang
tidak pernah menghilang, Zero Dark Thirty juga punya sesuatu lain untuk
dipikirkan oleh penontonnya. Ambiguitas begitu terasa disini. Tapi
sebelum bicara ambiguitas, kita akan membahas sosok Maya terlebih
dahulu.
Di awal dia masih orang baru dalam misi tersebut, bahkan melihat
penyiksaan dalam interogasi saja dia masih kesulitan. Namun perlahan dia
mulai terbiasa bahkan bersedia melakukan penyiksaan meski masih dalam
taraf ringan. Semakin lama ia makin tenggelam dalam pekerjaannya, dan
Maya telah menjadi sosok yang jauh lebih kuat bahkan keras.
Apalagi saat ia harus kehilangan sahabatnya dalam bertugas, dimana hal
itu merubah Maya dari seseorang yang berdedikasi tinggi menjadi
seseorang yang terobsesi pada pekerjaannya. Begitu banyak rintangan yang
ia alami, bahkan ia hampir kehilangan apa yang ia kejar.
Tapi pada akhirnya kerja keras dan kepintarannya berhasil terbayar saat
berbagai titik terang mulai terungkap dan pada akhirnya misi berhasil,
tapi benarkah itu? Benarkah semua progres dalam misi memang hal yang
nyata, atau itu hanya sebuah upaya denial dari Maya yang tidak siap
menerima kegagalan dalam pekerjaannya?
Maya adalah sosok yang pintar, dan dia adalah expert dalam penyelidikan
ini, cukup mungkin baginya muncul dengan analisis meyakinkan meski
sebenarnya hal itu adalah kesalahan. Dan pertanyaan paling besar
pastinya adalah benarkah sosok yang terbunuh itu adalah Osama?
Namun dibalik ambiguitas dan kontroversi tersebut, Maya jelas sebuah
perlambang kekuatan dari femininitas. Jessica Chastain sebagai Maya
bukanlah seorang wanita tangguh dilihat dari fisiknya, dengan badan
langsing, wajah cantik dan kulit yang putih mulus tentu dia jauh dari
kesan sosok wanita yang kuat. Dia adalah gambaran sempurna seorang
wanita anggun. Tapi dibalik tampilan fisik itu dia punya kepribadian dan
mental yang begitu kuat dan keras.
Kata-kata yang ia ucapkan penuh dengan keyakinan dan seringkali cukup
tajam. Dia tidak segan membentak, mengeluarkan sedikit sumpah serapah
untuk meyakinkan lawan bicaranya. Tatapan matanya memancarkan kekuatan
namun juga kesepian dan kesedihan. Untuk itulah Jessica Chastain patut
diberi pujian tinggi atas aktingnya disini. Sosoknya memang tengah
mendominasi dalam jajaran aktris papan atas Hollywood. Dua tahun
terakhir selalu mendapat nominasi Oscar dan film-filmnya hampir tidak
ada yang buruk, mulai dari Take Shelter, Coriolanus, The Tree of Life,
The Debt, The Help, Lawless dan tentunya film ini.
Dengan durasi sekitar dua setengah jam yang justru terasa sangat cepat
jelas sebuah bukti bahwa Zero Dark Thirty adalah sebuah karya yang
sangat baik dari Kathryn Bigelow. Film ini lebih besar, lebih cepat,
lebih intens dan menegangkan, naskahnya pun lebih cerdas.
Ini bukan sekedar tentang perang terhadap terorisme, tapi tentang mereka
yang sudah menghabiskan waktu begitu banyak dalam hidup untuk memerangi
hal tersebut, apapun motivasinya.
Sumber,